Orkestra Zikir yang Menggelegak
“Dalam perpisahan, Cinta serupa nama tanpa makna.
Tapi, makna seperti Cinta tak membutuhkan nama…”
—Jalâluddîn Rûmî (1207-1273)
Tetapi,
di sisi lain, Cinta yang tak dipahami dengan baik kadang bisa
menenggelamkan seseorang dalam lorong gelap keputusasaan,
ketidakpedulian, dan keruntuhan moral.
Cinta: Ketulusan dan Pengorbanan
Cinta termasuk hal yang “misterius”. Ia tak dapat diukur, apalagi diformalkan, misalnya dalam bentuk biro jodoh, valentine day, free sex,
dan lain-lain. Sesuatu yang bersifat biologis, fisikal, dan sebatas
kulit, tak mungkin bisa dipakai untuk mengukur dan mengidentifikasi
kedalaman makna Cinta.
Aktualisasi Cinta akan tampak dalam beberapa indikasi nilai-nilai yang baik, indah, dan positif, seperti ketulusan,
pengorbanan, dan dedikasi. Jika indikasi itu tidak tampak, maka cinta
tidak lebih hanya sebuah sandiwara kebohongan dan komoditi nafsu yang tersembunyi.
Cinta
seharusnya mewujud dalam bentuk ketulusan yang mendalam, yakni
kenikmatan “memberi” tanpa diembel-embeli pamrih apa pun yang bersifat
duniawi. Mengabadikan ketulusan dalam Cinta juga perlu dibarengi penanaman akhlak dan disiplin.
Cinta: Merawat dan Memekarkan Kehidupan
Cinta
pada hakikatnya adalah kekuatan untuk merawat dan memekarkan kehidupan.
Dalam Cinta, seseorang mendampingi orang lain untuk tumbuh positif dan
menjadi “dirinya sendiri”, bukan menjadi “orang lain” atau siapa pun.
Justru
karena Cinta merupakan energi untuk menyayangi dan memekarkan kehidupan
tanpa memandang baju primordialnya, maka Cinta mampu mengatasi dan
melampaui apa pun. Dalam puisi-puisinya yang indah dan abadi, Jalâluddîn
Rûmî bahkan memproklamirkan apa yang disebutnya sebagai “Agama Cinta”
yang melampaui sekat-sekat primordial dan sektarianisme yang picik dan
sempit.
Cinta
adalah energi sekaligus substansi kehidupan yang memekikkan
persaudaraan dan perdamaian tulus pada semua manusia tanpa memandang
baju primordialnya, baik itu berupa agama, ras, jenis kelamin,
keyakinan, ideologi, afiliasi politik, dan lain-lain. Cinta bahkan bisa
mengatasi dan melampaui agama-agama yang kadang terdangkalkan karena
faktor institusionalisasi dan lembagaisasi.
Cinta: Perdamaian dan Kasih Sejati
Dengan
energi Cinta yang menggelegak, seseorang tak pernah merasa jera dan
putus asa untuk menyuarakan perdamaian dan kasih sejati di tengah
kekerasan dan perang yang terus terjadi dalam sejarah umat manusia dari
waktu ke waktu.
Cinta
kadang juga diwarnai dengan pengorbanan untuk mewujudkan kebaikan dan
keindahan hidup. Pengorbanan adalah gelora samudera yang selalu
memunculkan orkestra zikir ketulusan, pelayanan, dan kerinduan
untuk membahagiakan Sang Kekasih dengan cinta sejati. Sang Kekasih ini
bisa berupa sesama manusia dan makhluk ciptaan Tuhan, atau bahkan Tuhan
itu sendiri.
Dedikasi dan tanggung jawab sebagai bagian dari nilai-nilai Cinta harus selalu menjiwai seseorang sehingga tidak terjadi benturan, baik dengan kepentingan pribadi, keluarga, masyarakat, dan yang lebih penting adalah dengan akidahnya.
Dalam konteks itu, seseorang kadang perlu merasionalisasikan Cinta agar tidak terseret pada penderitaan lahir dan batin, kehilangan masa depan, tercampak di hadapan keluarga dan masyarakat, serta mengalami kehancuran akidah.
Cinta
juga merupakan kawasan perebutan makna hidup yang tak pernah usai.
Untuk itu, bagi Sang Pecinta yang “berumah” pada suatu keyakinan,
akidah, dan agama tertentu, maka menyinta merupakan medan pertarungan
yang terus-menerus tapi juga menggairahkan antara nilai-nilai agamawi
dengan nilai-nilai umum (pengetahuan sekular?) yang bergerak terus,
acapkali dari arah yang tak terduga.
<<>>
^_^
Jangan Lupa Mampir lagi di sini yaa?
Pesan dari: Anugerah Mini
Market
0 komentar:
Posting Komentar