Disiplin:
sebuah kata yang begitu mudah diucapkan tetapi begitu sulit
dipraktikkan. Setiap orang sering mengungkapkan kata “disiplin” dengan
beragam gaya dan intonasi. Sepertinya, disiplin sudah menjadi kata yang
begitu popular untuk memopulerkan diri. Kata itu memang begitu baik
maknanya tetapi jarang dan teramat jarang diterapkan banyak orang.
Namun, ada sebuah institusi yang kerap menggunakan kata itu, yakni
sekolah swasta.
Dahulu,
saya pernah mengajar di sekolah swasta ternama, bahkan bertaraf
internasional. Kebetulan kepala sekolahnya adalah temanku. Saya diminta
untuk membantunya. Namun, saya terpaksa mengundurkan diri karena beragam
sebab. Ada sesuatu yang memaksaku untuk mengundurkan diri. Meskipun
demikian, saya masih dapat mengenang kedisiplinan sekolah itu.
Sekolah
masuk jam 07.00. Sebelumnya, semua anak wajib makan pagi di dapur atau
hall makan. Guru dan siswa berbaur dan makan bersama. Semua boleh
mengambil makanan dan minuman sesukanya. Sebelum makan, semua berdoa.
Lalu, semua menikmati makanan dan minuman dalam ketenangan tanpa suara
gaduh atau ngobrol. Selanjutnya, gelas dan piring kotor dibawa ke tempat
yang telah disediakan.
Semua
siswa menuju kelas masing-masing. Tepat jam 07.00, guru sudah berada di
kelas untuk memimpin doa awal pelajaran. Rerata pembelajaran
menggunakan media LCD atau video. Guru teramat cekatan mengajarkan
kompetensi kepada para siswa. Dan hubungan guru dengan siswa teramat
dekat tetapi sopan. Para siswa mempunyai kebebasan untuk bertanya atau
berdiskusi. Kondisi pembelajaran pun sungguh menyenangkan semuanya
meskipun pembelajaran dilaksanakan hingga siang.
Atas kesan itu pula, saya menyekolahkan anakku ke sekolah swasta. Saya menilai bahwa sekolah swasta memiliki rasa tanggung
jawab yang besar kepada orang tua dan siswa. Terlebih, kepala sekolah
anakku adalah mantan muridku ketika MAN Surakarta. Begitu mengetahui
bahwa kepala sekolahnya adalah mantan muridku, saya langsung
memercayainya. Kepala sekolah mengenalku dengan baik dan saya pun
mengenal kepribadian kepala sekolah itu tak kalah baiknya.
Perkembangan
anakku langsung dilaporkan setiap hari melalui buku penghubung. Dalam
buku itu, semua peristiwa di sekolah dituliskan guru kelasnya: peristiwa
menyenangkan, menyedihkan, iuran sekolah, atau pemberian pekerjaan
rumah. Guru kelas melaporkan aktivitas setiap muridnya dengan tulisan
tangan yang teramat rapi. Dari situlah, saya dapat menilai kebaikan
sekolah anakku. Gurunya benar-benar memiliki rasa tanggung jawab sejak
jam 07.00 – 13.45.
Kedisiplinan
guru swasta dapat disebabkan beragam alasan, seperti otonomi sekolah,
kebiasaan, dan kepemimpinan. Sekolah swasta memang memiliki kewenangan
untuk mengatur manajemen sekolah secara otonom. Semua hal yang dirasa
kurang pas tentu akan menjadi perhatian manajemen, baik yayasan maupun
kepala sekolah.
Sekolah
swasta sering memiliki tatatertib yang lumayan ketat. Orang tua diberi
tahu bahwa anaknya akan mendapat sanksi jika melakukan pelanggaran ini
dan itu. Oleh karena itu, anak-anak menjadi terbiasa hidup disiplin.
Pada akhirnya, anak-anak pun melakukan kedisiplinan dengan kesadaran:
makan, minum, membuang sampah, belajar, mengerjakan ulangan, berdoa,
sholat dhuha, sholat dhuhur dan lain-lain.
Sekolah
swasta pun sering memiliki kepala sekolah yang teramat tegas. Setiap
pelanggaran yang dilakukan guru dan juga warga sekolah akan mendapatkan
teguran. Semua berpulang pada jiwa kepala sekolah yang memang layak
menjadi kepala sekolah. Teramat jarang kepala sekolah swasta berkasus
karena kesalahannya. Rerata mereka memang sudah disiapkan oleh manajemen
sekolah, tak lain adalah yayasan atau lembaganya.
—-
“Mengapa kalian ramai?” tanyaku ketika memasuki sebuah kelas.
<<>>
^_^
Jangan Lupa Mampir lagi di sini yaa?
Pesan dari: Anugerah Mini
Market
0 komentar:
Posting Komentar