Pages

Kamis, 01 April 2010

Kue Ulang Tahun Impian Eli

"AKU ingin kue ulang tahun yang besar. Sebesar meja ini." Eli mengetuk meja di depannya. Pelan saja agar tidak terdengar Mbak Ros. Bibirnya mengembangkan senyum. Matanya tampak berbinar, membayangkan nikmatnya kue ulang tahun lumer di dalam mulutnya. Slurrp!

''Aku akan memotongnya kecil-kecil biar semua kebagian."

Jari-jarinya yang kecil dan agak kotor bergerak-gerak seolah sedang memotong kue yang tidak kelihatan, lalu mulutnya menggumamkan kata-kata pengantar serah terima kue.

''Bapak, ibu, adik, kakak. Semuanya. Silakan dimakan kuenya. Dik Yaya, makannya pelan-pelan. Sini, Kak Eli suapin. Bu Denok, enak tidak kuenya? Kue lembut seperti ini tidak perlu dikunyah. Jadi, ibu bisa memakannya."

Eli mengikik pelan. Muncul gambar Bu Denok sedang melotot ke arahnya. Sudah banyak giginya yang tanggal. Meski begitu, dia ngotot dipanggil ''ibu'', bukan ''mbah'', ataupun ''nenek''. Eli sering menggoda tetangga nyonyanya itu. Dia selalu sukses menyelamatkan diri sebelum cubitan Bu Denok mampir ke tubuhnya.

Kemudian Eli asyik menyusun bentuk dan warna kue sesuai keinginannya. Jelas harus besar, berwarna putih. Ah, tidak. Warnanya kuning. Harus kuning! Seperti kue ulang tahun Mbak Narita.

Tangan Eli menarik-narik hidungnya. Susah juga membayangkan kue yang pas dengan seleranya. Ah, yang penting kue. Pasti tidak ada kue ulang tahun yang tidak enak.

''Eli! Kenapa kamu malah duduk di situ? Ayo, kerja. Sebentar lagi ibu pulang."

Mbak Ros mendadak muncul dan berteriak di hadapannya. Eli tersentak kaget. Kue khayalan yang sedang dia cicipi sedikit-sedikit langsung tertelan semuanya. Aduh, sayang sekali!

''Malah bengong. Cepetan!"

''Iya, Mbak Ros. Sabar dulu. Masih ada remah-remahnya. Sayang, kan." Lidah Eli membuat gerakan menjilat. ''Yak, selesai."

Dengan riang dia bangkit dan meraih ember serta alat pel yang teronggok di dekat kakinya. Sambil melanjutkan pekerjaannya, pikirannya melayang pada kejadian seminggu lalu. Saat ulang tahun Narita, anak nyonyanya. Acaranya meriah sekali, banyak teman sekolah Narita yang datang. Eli tidak diundang. Jadi, dia hanya duduk bersama Bu Ngad di belakang. Mbak Ros dan Mbak Cicih sibuk membawakan makanan dan minuman yang banyak dan bermacam-macam. Sesekali dia mengintip ke ruang depan. Senang sekali melihat tingkah mereka. Berteriak-teriak, bernyanyi, bermain entah-apa, dan mengumpulkan kado.

Kejadian yang paling hebat adalah saat kue ulang tahun keluar. Wuih, bentuknya bagus sekali, putri salju yang dikelilingi para kurcaci. Warnanya kuning berkilau dan memancing rasa ingin mencicipinya. Eli agak malu karena dia menitikkan air liur. Untung tidak ada yang melihat. Maklumlah, kuenya terlihat sangat enak, bau dan (mungkin) rasanya.

Wajah Eli yang cerah selama mengenang saat pesta ulang tahun Narita tiba-tiba berubah mendung. Dia meletakkan alat pel yang tingginya melebihi pucuk kepala dan menjatuhkan bagian belakang tubuh di atas lantai yang masih basah.

Seumur hidupnya Eli tidak pernah mengambil barang milik siapa pun. Gara-gara tergoda kue ulang tahun Narita, dia telah melanggar hal itu. Tiga hari lalu, dia disuruh Mbak Cicih mengambil empat butir telur dari dalam lemari es. Sebenarnya dia dilarang membuka lemari es. Namun, Mbak Cicih yang tahu bahwa dia sangat senang melihat-lihat isi lemari es sering menyuruhnya mengambil beberapa barang dari dalamnya pada saat hanya ada mereka berdua di rumah.

Kebetulan, matanya melihat potongan kue ulang tahun yang tersisa cukup banyak. Entah kenapa tangannya langsung terjulur mencolek kue itu. Begitu masuk ke mulutnya, wuih. Ternyata jauh lebih enak daripada yang dia kira.

Dengan malu Eli mengaku dalam hati, dia mencolek kue itu sampai dua kali. Tangannya seperti bergerak sendiri. Andai Mbak Cicih tidak keburu memanggilnya, mungkin jumlah colekan itu akan bertambah. Tapi... kuenya lezat sekali! Sungguh! Rasanya masih tertinggal dalam mulutnya.

''Eli!"Eli melompat berdiri. ''Maaf, Mbak. Maafin." Mbak Ros hanya melongo, melihat Eli yang berteriak-teriak.

''Masih kecil, sudah latahan. Nih, untukmu."

Sepotong kue yang baunya harum muncul di depan Eli. ''Un-untuk saya, Mbak?

''Siapa lagi? Hanya ada satu Eli di rumah ini. Dan... yang berulang tahun tepat di hari ini. Itu patungan aku, Mbak Cicih, dan Bu Ngad."

"Sudah, tutup mulutnya. Nanti dimasuki lalat. Kamu istirahat dulu, kuenya dimakan biar tidak mengigau lagi, seperti tadi malam. Sana."

Seperti kesetrum listrik, Eli meneriakkan terima kasihnya dan berlari mencari Mbak Cicik dan Bu Ngad. ***

Miftahul Jannah, Penulis adalah mahasiswa UNY



GAMBAR DI DAPAT DARI SINI



Dikutip dari: jawapos.com
...!!!Harap kunjungi situs Asli!!!!...
<<---Dan pilih iklannya agar kita saling menguntungkan--->>
Anda Mendapat Informasi, Merekapun Juga Dapat Income

Pesan dari www.cari-barang.com

0 komentar:

Posting Komentar

Total Pageviews