Pages

Kamis, 01 April 2010

Merugi Gara-gara Online Shop


Oleh: Evita Ristantya

Ada satu fenomena baru yang akhir-akhir ini menjamur di kalangan anak-anak SMP, SMA, bahkan kuliahan. Entah dari mana asalnya, banyak online shop yang bermunculan. Ada yang menaruh barangnya di situs jejaring sosial seperti Facebook. Ada juga yang membuat blog khusus berbelanja online.

Barang-barang yang dijual beraneka macam. Mulai aksesori seperti kalung dan gelang, sepatu, tas, hingga jam tangan. Bisa dibilang hampir semua kebutuhan anak muda ada di situ.

Dila mungkin salah seorang yang bersorak kegirangan dengan banyaknya online shop. Pasalnya, si cewek gila belanja itu sekarang nggak perlu susah-susah keluar rumah. Tinggal duduk anteng di depan laptop, kirim pesenan lewat SMS, barang bakal langsung dikirim ke rumah.

''Ini lucu bangeeeet!" seru Dila saat di layar laptopnya terpampang aneka macam dress dengan tulisan BIG SALE. ''Iya bener lucu. Tapi, harganya mahal banget. Nggak sanggup belinya," komentar Fia yang sedang main ke rumah Dila.

''Ah nggak mahal kali. Coba aja sisihin uang saku kamu," saran Dila. Fia mengangguk setuju dengan usul itu.

''Emangnya gimana caranya sih belanja di online shop, La?" tanya Fia dengan muka penasaran. Selama ini sih dia sering mendengar tentang online shop. Cuma, dia belum tertarik memanfaatkan jasa itu.

''Kamu pilih-pilih barangnya. Nanti SMS-in kode barang yang kamu mau. Kalau udah dibales, nanti transfer duit, udah deh. Tinggal nunggu barangnya sampai rumah," jawab Dila dengan lagak ala seorang guru. Dirinya sudah tiga kali memanfaatkan jasa online shop, sejauh ini semuanya baik-baik aja.

"Nggak takut kena tipu, La?" tanya Fia. Jelas aja dong, belanja online shop berisiko kena tipu. Tahu tempatnya aja nggak, kenal sama penjualnya juga nggak. Mana ada jaminan barang bisa nyampai rumah.

''Nggak sih. Memang namanya online shop, pakainya asas kepercayaan. Kalau kamu nggak percaya, jangan belanja. Beres kan?" komentar Dila enteng.

Kamis sore, sebuah paket tiba di rumah Dila. Waktu dibuka, ternyata isinya sepasang sepatu bergaya moccasin yang seminggu lalu dipesannya dari salah satu online shop di Facebook. Sepatu warna cokelat muda tersebut ternyata lebih bagus aslinya daripada yang dilihat Dila difoto.

''Yeaa, asyik-asyik barangnya sudah datang," Dila berucap kegirangan sambil memakai sepatu itu keliling-keliling rumah.

''Ada apa sih La, kok kamu kayak menang undian rumah gitu?" tanya Sania, kakak semata wayangnya dengan heran.

''Sepatu pesenanku dateng, Kak. Lihat deh, bagus kan?" Dila menunjukkan sepatu itu kepada kakaknya. Sania hanya bisa mengelus dada melihat kelakuan adiknya. Memang benar sih apa yang dibilang Dila, sepatu itu cukup unik. Kayaknya harganya juga lumayan mengerikan.

''Perasaan akhir-akhir ini kamu diapelin terus ya sama pak-pak pengantar paket barang," sindir Sania. Sifat gila belanja adiknya memang disadarinya sejak Dila masuk SMA. Tapi, keberadaan online shop seakan-akan makin mendukung hobi itu. Tiap pulang sekolah, kerjaan Dila duduk manis di depan laptop dan browsing aneka barang idamannya.

''Kak Sani sirik aja nih. Weee..." Dila menjulurkan lidahnya yang disambut sambitan boneka monyet pakai pita ungu.

''Awas tuh uang saku kebobolan. Nanti belum akhir bulan sudah minta lagi ke mama," ujar Sania mengingatkan.

''Iya kakak," respons Dila sambil berlalu ke dalam kamarnya.

Tampaknya nasihat Sania hanya masuk kuping kanan dan langsung mendal keluar lagi. Buktinya, paling tidak seminggu sekali ada petugas antar barang yang setia nyamperin rumah mereka demi menyampaikan barang belanjaan milik Dila.

Hari ini pun Dila memulai rutinitasnya, menyambangi satu per satu online shop favoritnya. Sepatu, tas, pakaian, barang-barang itu memenuhi kepala Dila. Rasanya tidak sabar ingin segera memesannya. Dila pun mengirimkan SMS berisi transaksi barang-barang yang hendak dia beli. Saat sudah mendapat balasan, Dila langsung bergegas menuju mesin ATM di kompleks ruko dekat rumahnya. Hatinya bersenandung riang, membayangkan barang-barang itu akan segera sampai rumahnya paling tidak seminggu lagi.

Betapa kagetnya Dila waktu hendak mentransfer uang berulang-ulang, tertulis transaksi gagal. Kemudian dia melihat saldo dan benar saja, hanya tersisa beberapa ribu rupiah. Ah, bayangan barang-barang itu akan jadi miliknya langsung lenyap. Dila memencet-mencet nomor di handphone-nya. Ditekannya tombol dial.

''Halo Kak," sapa Dila saat telepon diangkat.

''Ada apa La?" tanya Sania heran. Perasaan tadi Dila keluar rumah terburu-buru, belum ada setengah jam yang lalu. Sekarang kok tiba-tiba menelepon.

''Aku boleh pinjem duit nggak? Mendesak banget nih," tanya Dila.

''Buat apa? Buat belanja lagi?" tebak Sania, heran dengan ulah adiknya.

Dila diam sejenak. Kalau dia mengutarakan yang sebenarnya, sangat mungkin kakaknya tidak bersedia meminjami uang.

''Bukan. Mau beli buku. Duitku lagi dipinjem temenku Kak. Belinya harus sekarang, besok wajib dibawa ke sekolah."

''Oke. Ambil aja ATM-ku di rumah," ujar Sania yang sebenarnya nggak tegaan. Masak minjemin duit ke adik sendiri buat keperluan sekolah aja nggak mau.

''Hore. Kakak baik banget. Aku pinjem tiga ratus ribu rupiah ya," pinta Dila.

Sampai tiga minggu, bahkan sebulan barang pesanan Dila belum juga datang. Dila berharap mungkin hanya ada sedikit hambatan dalam pengirimannya. Dia SMS nomor online shop yang digunakannya bertransaksi. Tapi, nggak pernah dibalas. Dicobanya menelepon nomor tersebut, nggak pernah diangkat. Sampai ketika dicoba lagi, nomor itu sudah tidak aktif. Ingin rasanya Dila menangis. Uang Rp 300 ribu punya Sania melayang. Belum lagi dia harus memikirkan cara mengembalikan uang itu.

Penulis adalah Mahasiswa Unair

Dikutip dari: jawapos.com
...!!!Harap kunjungi situs Asli!!!!...
<<---Dan pilih iklannya agar kita saling menguntungkan--->>
Anda Mendapat Informasi, Merekapun Juga Dapat Income

0 komentar:

Posting Komentar

Total Pageviews