Pages

Kamis, 01 April 2010

Pelabuhan Perahu Kertasku

DI luar sedang hujan. Deras disertai angin. Aku keluar dan duduk bersila di depan pintu utama gedung ini, memperhatikan satu per satu butiran air itu jatuh dari langit menghantam aspal di depanku dan membiarkan kecipaknya menerpa tubuhku. Di dalam sana lebih nyaman sebenarnya. Hangat dan tak perlu basah karena tertimpa butiran kecil air hujan. Dan, tentunya masih banyak yang harus dikerjakan untuk acara malam nanti, malam puncak dua dekade keluarga besar Gapus-ku. Tapi untuk sementara, aku ingin di sini. Menikmati hujan ini. Sebentar saja.

I will fly into your arms and be with you till the end of time...

Why are you so far away...?

You know it's very hard for me to get my self close to you...

Tiba-tiba seseorang duduk di sebelahku. Lelaki kerempeng berambut sebahu yang aku akui lebih cantik daripadaku memutar kencang-kencang lagu itu dari ponsel yang sedang dibawanya.

"You're the reason why I stay, you're the one who cannot believe our love will never end..." aku pun turut menyenandungkan lagu itu pada akhirnya.

"Gak pernah bosan deh dengerin lagu ini," katanya setelah lagu itu usai.

"Tapi, lebih keren lagi lagunya Mocca," aku menimpali tanpa mengalihkan pandanganku dari jutaan tetes air hujan.

"Hahaha.. setuju. Aku suka yang itu tuh, on the nite like this..." katanya sambil menyanyikan bagian awal lagu tersebut.

"There's so many thing I wanna tell you... On the nite like this there's so many things I wanna show you..." aku melanjutkan menyanyikannya.

Untuk beberapa saat, kemudian kami terdiam. Menerawang bersama pikiran kami masing-masing. Memandang jauh ke depan yang semuanya tertimpa air hujan. Pohon cemara di depan fakultas ini, gedung pascasarjana di seberang jalan, motor dan mobil yang terparkir di halaman, sampai air yang mengalir di jalan aspal beberapa meter di depan kami. Sampai kemudian, aku berdiri. Mengambil seonggok kertas bekas yang terselip di bawah pot bunga dan kemudian kembali duduk dan melipat kertas itu.

''Ah, perahumu masih tradisional," kata Rizky, orang di sampingku itu saat mengetahui apa yang kulakukan. Lantas, dia pun mencari selembar kertas pula dan melipatnya. Menjadi sebentuk perahu. Hanya, bentuknya berbeda dari kepunyaanku yang sudah aku hanyutkan di parit kecil tak jauh dari tempat dudukku.

''Hei, perahumu berputar-putar saja. Sepertinya, dia sedang kebingungan mencari jalan. Hahaha..." katanya saat melihat perahu kertasku hanya berputar di satu titik saja tanpa dapat melaju. Ah, aku tahu kalimatnya itu tak hanya mengomentari perahu kertasku tersebut. Ada makna jauh lebih dalam di baliknya.

''Hahaha.. sepertinya memang begitu," aku menimpali.

"Lihat, perahuku melaju dengan lancar. Tak perlu berputar seperti punyamu," dia menunjuk perahu kertas buatannya. "Maka, cepat cari pelabuhan saja biar tak keterusan dia berputar-putar seperti itu,"

"Sudah. Aku sudah menemukan pelabuhanku. Tapi, kapalku tak bisa merapat. Pelabuhannya belum buka,"

"Hahaha... biasanya kalo gitu itu, udah ada perahu lain yang merapat di sana,"

"Entahlah. Aku berharap sih belum ada perahu lain. Hanya,aku datang telalu pagi dan pelabuhan itu belum buka. Hehehe..."

"Ah, terlalu berharap kau," komentarnya. "Ehm... hujan-hujanan yuk,"

"Ayuk. Kita jalan-jalan keliling kampus aja," kataku menyambut idenya itu, kemudian kami beranjak dari tempat tersebut.

Selama perjalanan itu, aku merenungkan kembali apa yang dikatakan Rizky. Perahu itu memang ibarat hatiku saat ini. Sedang bingung dan berputar tak keruan, meski memang aku sudah menemukan pelabuhan untuk menambatkan perahu tersebut. Tapi, semuanya belum jelas. Aku masih bertanya apakah dia, orang yang aku cinta, juga menyukaiku sama besar seperti diriku? Selama ini dia baik dan perhatian. Tapi, tak pernah sekali pun keluar kata cinta dari mulutnya. Ibarat perahu itu, aku sedang ragu-ragu, apakah aku bisa berlabuh atau tidak.

Ah, entahlah. Aku tak mau ambil pusing. Biar saja aku menikmati saat-saat seperti ini. Suatu saat aku yakin akan menemukan jawabannya. Mungkin memang bukan sekarang.

"Hei, jangan melamun," teriak Rizky sambil menyenggol tubuhku ke arah kubangan air yang ada tepat di sisi kiriku.

"Ah, rese kau," teriakku pula. "Hei, jangan lari...tungggu balasanku..." aku berlari mengejarnya di antara rintik hujan yang tengah mengguyur Surabaya. ***

Na, 20 Des 09

Di bawah hujan bareng R.A. Prananta

Ratna Haryani, Mahasiswa Psikologi Unair



GAMBAR DI DAPAT DARI SINI



Dikutip dari: jawapos.com
...!!!Harap kunjungi situs Asli!!!!...
<<---Dan pilih iklannya agar kita saling menguntungkan--->>
Anda Mendapat Informasi, Merekapun Juga Dapat Income

Pesan dari www.cari-barang.com

0 komentar:

Posting Komentar

Total Pageviews